4 Lilin dan
Anak Kecil
Oleh : Sukahar
Ahmad Syafi’i
“ Ma, mau cerita apa malam ini? “
tanya Silvi
“ Apa itu ma, cepet ceritain donk? ”
tanya Silvi penasaran
Di dalam sebuah ruangan tertutup,
ada 4 batang lilin yang sedang membicarakan sesuatu. Nampaknya mereka sedang
bercakap-cakap. Lilin pertama berkata “ Aku adalah lilin kedamaian, dengan
menyalanya aku, maka hati orang-orang akan merasa damai, tapi nampaknya
sekarang orang-orang tersebut tidak butuh aku lagi, oleh karena itu aku akan
mematikan cahayaku” akhirnya lilin
pertama pun mati. Lilin kedua berkata “ aku adalah lilin keyakinan, dengan
menyalanya aku, orang-orang semakin yakin akan apa yang mereka inginkan, tapi
nampaknya sekarang orang-orang tersebut tidak butuh aku lagi, oleh karena itu
aku akan mematikan cahayaku” akhirnya
lilin kedua pun mati. Lilin ketiga pun berkata “ Aku adalah lilin cinta, dengan
menyalanya aku, maka hati orang-orang akan dipenuhi dengan rasa cinta, tapi
nampaknya sekarang orang-orang sudah tidak butuh aku lagi, oleh karena itu aku
akan mematikan cahayaku” akhirnya lilin
ketiga pun mati. Sebelum lilin keempat berkata, tiba-tiba ada seorang anak
kecil masuk ke dalam ruangan tersebut.
“ Lalu apa yang terjadi dengan lilin
yang ke-empat Ma? , apa dia juga ikut mati?, terus anak kecilnya gimana, Ma ?
tanya silvi penasaaran
Silvi, tiba-tiba anak kecil itu
menjerit keras sekali, engkau tau kenapa dia menjerit Silvi ? karena ruangan
tersebut hampir gelap, dan anak kecil tersebut sangat takut dengan kegelapan. Kemudian
lilin ke-empat berkata “Hei, anak kecil jangan takut, ruangan ini belum gelap
sepenuhnya, karena masih ada cahayaku yang meneranginya.” ”Lilin aku sangat
takut dengan gelap, bisakah kamu membuat ruangan ini kembali terang ?“ tanya
anak kecil itu. “ Oh tentu saja bisa, karena aku adalah lilin harapan, karena
kau telah mengutarakan harapanmu kepadaku, aku akan membuat teman-temanku
kembali menghidupkan cahayanya agar ruangan ini menjadi terang kembali” jawab
lilin ke-empat. “ Horee, makasih lilin harapan” ucap anak kecil itu gembira.
“ Gimana Silvi ceritanya, bagus
tidak?”
“ Bagus banget Ma, aku suka sama
lilin ke-empat dia baik hati sekali, karena dia mau mewujudkan harapan si anak
kecil” jawab Silvi polos
“ Apa yang kamu tahu tentang harapan
Silvi ?”
“ Harapan itu seperti keinginan Ma “
Jawab Silvi sambil tersenyum
“ Betul Silvi, harapan itu seperti
sebuah keinginan, bisa juga disebut cita-cita. Tapi dia lebih terlihat nyata,
ketimbang cita-cita atau mimpi”
“ Kalau gitu Silvi punya harapan Ma”
“ Apa itu Silvi ? ”
“ Silvi berharap kelak, silvi
menjadi seperti lilin ke-empat Ma, yang bisa membuat orang di sekeliling silvi merasa
bahagia dan tidak takut, seperti si anak kecil yang merasa bahagia dan tidak
takut lagi karena semua lilin menyala sehingga ruangan menjadi terang “ Jawab
Silvi polos sambil tersenyum
* * *
Itulah Silvi, gadis belia yang imut
dan selalu ceria. Bagiku, dia adalah satu-satunya harta terindah nan berharga
yang kumiliki. Ya. Di adalah anak semata wayangku dan cahaya harapanku.
Sejak kejadian 4 tahun lalu, aku
menjadi single parent bagi Silvi, dimatanya, aku adalah Ibu sekaligus
Ayah. Baginya aku adalah sosok pelindung dan penyayang. Seperti sosok Ayah yang
selalu melindungi dan sosok Ibu yang selalu menyayangi.
Kejadian 4 tahun silam telah
memberiku pelajaran berharga tentang makna “memiliki.” Dan ternyata
ketika kita sudah memiliki, kita juga harus siap untuk kehilangan. Begitulah
yang terjadi pada suamiku tercinta, Andre. Dia meninggalkanku beberapa menit
pasca kelahiran Silvi akibat kecelakaan beruntun yang memakan banyak korban.
Sedih , shock dan campur baur pikiranku mendengar berita itu.
“ Dinda, gimana kabar anak kita ?”
“ Alhamdulillah baik, Mas kamu
dimana ?, kamu nggak apa-apa kan? “
“ Aku baik-baik saja kok dinda,
seperti yang kamu lihat sekarang”
“ Syukurlah, aku senang karena
ternyata berita itu tidak benar”
“ Senyum donk dinda, jangan cemberut
gitu, anak kita perempuan kan dinda?, aku beri nama Silvi ya?”
“ Iya Mas, aku setuju, itu sesuai
dengan nama yang pernah kita buat dulu.”
“ Dinda, aku minta maaf tidak bisa
menemanimu lebih lama, waktuku sudah habis, sekarang saatnya aku pergi, jaga
dirimu dan silvi ya, I Love U dinda”
“ Mas, mas Andre jangan pergi !,
bagaimana nasib anak kita nanti” teriakku semakin menjadi-jadi
“ Sadar bu, sadar bu, sadar !, anda
sedang bermimpi !” Ujar salah seorang suster yang berusaha membangunkanku
dengan menggoyang-goyangkan badanku. Tampak betul kepanikan diwajahnya.
Sedangkan suster yang lain berusaha mengelap keringat diwajahku. Ternyata ini
hanya mimpi. Mas andre memang sudah tidak ada dan dia telah mengucapkan selamat
tinggal padaku.
Semenjak itulah aku berusaha sekuat
tenaga menjaga, menyayangi dan mendidik silvi agar kelak dia menjadi perempuan
yang tegar, optimis dan selalu memiliki harapan. Ya, harapan untuk terus maju
dan menjadi yang terbaik dalam hidupnya. Itulah mengapa sejak kecil aku selalu
menceritakan kisah-kisah ketegaran para sahabat Nabi saw, keoptimisan para
ilmuwan dalam menciptakan sesuatu karya, begitu juga dengan cerita harapan anak
kecil kepada sebatang lilin yang menyala.